Kamis, 01 Desember 2011

Gundul-Gundul Pacul


♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

Tembang Karya Sunan Kalijogo Yang Masih Relevan Jaman Sekarang Dan Manjadikan Satire Para Wakil Rakyat


Gundul-gundul pacul…cul gembelengan;

Nyunggi-nyunggi wakul…kul gembelengan;

Wakul ngglimpang segone dadi sak latar;

Wakul ngglimpang segone dadi sak latar.

 
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥


Gundul artinya kepala. Gundul pacul adalah gambaran bocah kecil yang belum remaja. Jaman dahulu di kampung-kampung, anak usia bocah memang biasa bercukur gundul papak dengan sisa kuncung di bagian tengah bagaikan dicukur dengan cangkul. Pola tingkah laku bocah gundul memang serba gembelengan, serba kemlinthi, serba grusa-grusu, bertindak sembrono tanpa perhitungan. Namanya juga masih anak-anak, wajarlah.

Demikian halnya para wakil rakyat dan pemimpin, mereka hanyalah ibarat bocah gundul yang gembelengan, merasa mampu untuk nyunggi wakul, memakmurkan rakyat. Padahal sesungguhnya mereka tidak akan pernah dapat menjalankan kekuasaan tanpa dukungan rakyat. Rakyatlah yang mempercayakan bakul kesejahteraannya kepada mereka. Maka apa jadinya jika mereka gembelengan memangku amanat rakyat?

Nyunggi merupakan kata kerja yang menunjukkan membawa suatu benda di atas kepala. Demikian tinggi perlambang pengembanan suatu amanat yang memang harus diletakkan tinggi-tinggi melebihi kepala, bagian tubuh yang paling tinggi. Amanat merupakan tugas kesucian yang harus dijunjung tinggi. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi mengamanatkan kekuasaannya kepada para wakil dan pemimpinnya. Maka menjadi kewajiban mereka untuk nyunggi, menjunjung tinggi amanat untuk dilaksanakan secara bersungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab.

Pemimpin yang mengkhianati amanat rakyat, ceroboh dan teledor dalam nyunggi wakul simbol kesejahteraan itu, hanya akan menyebabkan wakul ngglimpang segone dadi sak latar. Kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab, tidak amanah dalam menjalankan amanat rakyat hanyalah akan menimbulkan malapetaka. Segala potensi dan sumber daya yang semestinya dapat didayagunakan untuk mensejahterakan rakyat hanya akan berceceran kemana-mana dan menyebabkan kemubadziran bahkan kerusakan. Kemakmuran dan kesejahteraan yang diidam-idamkan bukannya tercapai, malahan rusaklah segala tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dapatkah para wakil rakyat dan pimpinan kita saat ini dapat kembali menyelami nasehat luhur dari para pendahulu tersebut? Sebagai rakyat yang memiliki wakul kesejahteraan, marilah kita cermat dan teliti dalam memilih si bocah gembelengan yang akan nyunggi bakul kita. Kembali dengarlah suara hati dan mohonkanlah petunjuk kepada Ilahi. Dan presiden adalah termasuk bocah gundul yang harus rakyat pilih.

Adapun bagi para wakil rakyat yang terpilih dan para pemimpin yang memegang amanat nyunggi bakulnya rakyat, ingatlah selalu akan amanat yang akan senantiasa diminta pertanggungjawabannya sejak di kehidupan dunia dan akhirat. Di tangan andalah bakul kesejahteraan rakyat itu akan tetap kokoh menampung benih kebaikan dan kemakmuran, ataukah bakul itu akan tumpah menyengsarakan kehidupan rakyat. Bercerminlah selalu ke dasar lubuk jiwa yang terdalam.